Hewanians, kampanye selamatkan penyu di Indonesia memang sudah sering dilakukan oleh lembaga konservasi alam seperti WWF. Sayangnya pesan dari kampanye ini sepertinya masih belum sepenuhnya dilakukan oleh kita.
Yang terbaru seekor penyu hijau ditemukan mati membusuk di Pantai Cangkring, Poncosari, Srandakan, Bantul pada Rabu 19 Januari 2022 lalu. Meskipun belum ada kabar pasti tentang penyebabnya, namun diduga kuat penyu ini mati karena tak sengaja memakan sampah plastik.
Menurut WWF, selama 200 tahun terakhir, berkurangnya populasi penyu sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Banyak sekali orang di luar sana yang memanfaatkan penyu untuk diambil telur, daging, kulit, hingga cangkangnya.
Kenapa Kita Harus Selamatkan Penyu di Indonesia?
Indonesia merupakan rumah bagi berbagai spesies penyu yang masih hidup. Ada 6 dari 7 spesies penyu di dunia yang hidup di perairan kita.
Dalam lima puluh tahun terakhir, populasi penyu terus menurun secara drastis dan dikhawatirkan akan punah jika tidak ada upaya untuk melestarikannya.
Selain itu, pertumbuhan penyu juga tergolong sangat lambat. Kura-kura laut ini baru memasuki masa kawin dan betina mulai bertelur saat masuk usia 30 tahun.
Sebenarnya seekor penyu betina bisa menetaskan 100 butir telur (300-400 butir dalam satu kali siklus peneluran). Bahkan, dalam kondisi normal, keberhasilan penetasan bisa lebih dari 80%.
Sayangnya, karena ancaman di luar sana, dari 1.000 ekor tukik hanya satu ekor yang berhasil menetas dan mampu bertahan hidup sampai dewasa.
Apa Saja Faktor yang Mengancam Populasi Penyu di Indonesia?
Ada dua faktor yang mengancam populasi penyu di Indonesia. Pertama adalah faktor alam, yang disebabkan oleh ancaman predator seperti burung dan ikan besar.
Sedangkan faktor kedua adalah manusia, sebagai ancaman utama dalam kelangsungan hidup penyu di Indonesia. Habitat asli penyu banyak dirusak oleh kegiatan manusia seperti pembangunan hotel, restoran, dan tempat wisata.
Selain itu, perdagangan penyu ternyata masih banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Seperti di Bali, Jawa Barat, Kalimantan, sampai Sulawesi.
Di pulau dewata, daging penyu banyak diperjual belikan oleh masyarakat setempat. Penyu-penyu ini berasal dari pulau lain seperti Aru, Kalimantan, Flores, Madura, dan Jawa.
Selain dagingnya, telur penyu juga banyak dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Lalu, bagian tubuh lain juga banyak dimanfaatkan sebagai cinderamata untuk tujuan wisata.
Ancaman lain yang tak kalah berbahaya adalah tangkapan samping yang biasanya dilakukan oleh armada pukat harimau. Sebenarnya, sudah ada teknologi TED (Turtle Excluded Device) yang bisa mengeluarkan penyu jika tertangkap armada pukat harimau.
Sayangnya penerapan teknologi ini masih belum dilakukan secara efektif di Indonesia.
2 Cara Mudah untuk Selamatkan Penyu di Indonesia
Ada beberapa cara yang bisa kamu lakukan untuk menyelamatkan penyu di Indonesia. Berikut ini caranya:
- Tidak makan daging ataupun olahan lain dari Penyu
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, konsumsi daging dan bagian tubuh lain dari penyu ternyata masih terbilang tinggi. Hal ini bisa kamu kurangi dengan cara menolak untuk memakan hewan yang sudah hidup sejak zaman dinosaurus ini.
- Jaga Kebersihan Pantai
Tahukah kamu 1.000 penyu mati karena makan sampah plastik? Hal ini disebabkan oleh orang-orang yang sering buang sampah sembarangan di area pantai salah satunya disebabkan oleh kebiasaan kita membuang sampah sembarangan di sekitar pantai.
Itulah informasi lengkap soal nasib penyu di Indonesia, mulai dari alasan kenapa kita harus menyelamatkan mereka, faktor yang mengancam populasi mereka, sampai dengan cara mudah yang bisa kamu lakukan untuk menyelamtkan keberlangsungan hidup penyu.
Jika kamu ingin membaca berita-berita menarik lain seputar hewan dan kesehatan hewan, kamu bisa membacanya disini ya. Selain itu, Hewania juga menyediakan layanan konsultasi dokter hewan yang jadwalnya bisa kamu lakukan secara online.
Tersedia beragam pilihan dokter hewan dan juga jadwal konsultasi yang bisa kamu pilih secara fleksibel dan mudah.
Writer: drh. Novendra Sitapu
Editor: Galih Primananda Mulyana